Jumat, 06 Januari 2017

TIDAK LEBIH DARI SEBUAH UJIAN

Standard


Beberapa bulan kebelakang kita disuguhi kasus dugaan penistaan agama yang diberitakan begitu massive, yang dilakukan oleh Gubernur non aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau sering disebut Ahok. Ujung pangkal kasus tersebut adalah ketika Pak Ahok dianggap melecehkan Surat Al-Maidah Ayat 51. Umat Muslim yang mengetahui kasus tersebut kemudian melaporkan kepada pihak yang berwajib.

Tapi kali ini saya tidak akan mengulas mengenai Pak Ahok, kasihan jikalau telinga beliau mbenging karena namanya terus-terusan ditulis di media.

Bak bola salju yang terus bergulir, masyarakat –khususnya umat muslim– kemudian ramai-ramai membuat opini mengenai kasus tersebut. Ada yang pro dan ada yang kontra. Ada yang menganggap kasus tersebut murni kasus pelecehan terhadap Kitab Suci Al Quran, ada yang menganggap kasus tersebut adalah masalah rasialisme, bukan penistaan agama.

Bagi kaum Muslim, kasus ini tak ubahnya sebuah panggung ujian seperti halnya seorang murid yang sedang menghadapi UTS atau UAS. Selayaknya sebuah ujian, kisi-kisi juga sudah diberikan, yaitu Al Quran dan Hadist. Tinggal muridnya saja yang mau mempelajari atau tidak. Dan perlu kita ingat, fungsi ujian adalah untuk mengetahui kualitas seorang murid. Bagi yang mendapat nilai bagus akan mendapatkan reward dan murid yang mendapat nilai jelek akan mendapatkan punishment. Bagus atau jeleknya nilai seorang murid ditentukan oleh faktor jawaban saat ujian. Jika kita berandai-andai kasus dugaan penistaan agama ini ibarat sebuah soal ujian, maka berikut ini adalah tipe-tipe murid dalam menghadapi soal ujian:

1. Murid yang paham soal ujian, belajar sesuai kisi-kisi dan menjawab dengan benar.
Golongan yang seperti ini bisa kita anggap murid yang cerdas. Mereka tau soalnya seperti apa, mereka rutin belajar dan mereka juga tau harus menjawab seperti apa.

2. Murid yang tidak pernah mempelajari kisi-kisi. Golongan ini cenderung menjawab soal ujian secara serampangan karena tidak pernah mempelajari kisi-kisi yang ada. Biasanya mereka menjawab dengan logika manusiawinya yang terbatas, dan terkesan ngawur.

3. Murid yang mengumpulkan soal tanpa menjawab pertanyaan.
Golongan seperti ini cenderung golongan yang acuh tak acuh, mereka tidak pernah belajar, dan pada saat ujian juga malas untuk menjawab soal. Alih-alih mengisi lembar ujian dengan jawaban, mereka memilih untuk tidur kemudian mengumpulkan lembar jawab yang kosong.

4. Tipe murid yang menyontek jawaban teman. Golongan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Nyontek golongan ke 1
Golongan ini tergolong murid yang cari aman. Mereka tidak pernah mempelajari kisi-kisi ujian, tetapi mereka tau kepada siapa mereka harus menyontek.
b. Nyontek golongan ke 2
Golongan yang terakhir ini bikin kita geleng-geleng kepala. Mereka tidak tau soalnya seperti apa, belajar pun tidak. Dan yang lebih parah, mereka menyontek kepada orang yang tidak tepat.

Nah, dari tipe-tipe di atas, dimanakah kita berada? Tidak perlu dijawab, kita hanya perlu intropeksi kemudian memperbaiki diri.

Rabu, 09 November 2016

PENIPUAN BERKEDOK REKRUTMEN KARYAWAN

Standard


Jadi ceritanya begini. Tadi pagi, Rabu tanggal 9 November 2016, saya bangun jam 10.00 WIB, padahal hari ini saya ada panggilan untuk interview jam 10.30 WIB. Saya hanya punya waktu 30 menit untuk mandi dan siap-siap ke lokasi interview. Tapi saya nyantai, duduk-duduk dulu sembari mengumpulkan nyawa. Seperti anak muda pada umumnya, bangun tidur ku terus ngecek HP, barangkali ada mantan yang ngajak balikan. Ternyata tidak ada. Malah saya mendapatkan SMS yang isinya surat undangan untuk mengikuti rekrutmen calon karyawan di PT. Djarum. Informasi selengkapnya ada di email. Dengan sigap saya membuka email. Betapa bahagianya saya, menjadi 1 dari 20 orang yang lolos secara administratif. Selain itu biaya transportasi dan akomodasi ditanggung perusahaan. Wah.. lumayan nih kalau nanti keterima, bisa dapet rokok gratis. Walaupun saya tidak merokok, paling tidak rokoknya bisa saya jual lagi, buat beli korek. Tapi bahagianya saya tunda dulu, saya mau interview.


Yah.. namanya juga buru-buru, sampai lokasi interview lupa bawa dompet. Baru sadar saat mas-mas tukang parkir nyodorin karcis.

“Maaf mas, saya lupa bawa dompet nih, gimana? Ninggal apa dulu?” ucap saya tergesa-gesa.

“Ya sudah, tidak apa-apa mas” jawab mas-mas tukang parkir sambil tersenyum ikhlas.

Interviewnya berlangsung cepat, lebih cepat dari kedipan mata. Jam 11.30 WIB saya sudah berada di rumah. Langsung saya cek email dan lain sebagainya lewat PC, sekedar memastikan bahwa undangan itu benar-benar asli. Saya baca lampiran di email dengan seksama. Tes dilaksanakan di Jakarta pada hari jumat tanggal 11 November 2016 jam 09.00 WIB. Dan ternyata perusahaan juga bekerjasama dengan salah satu travel. Wah, saya hanya punya waktu satu hari untuk mempersiapkan semuanya, batin saya dalam hati.

Pertama saya cek website Djarum terlebih dahulu. Di situ ditulis bahwa perusahaan hanya membuka lowongan pekerjaan melalui website resmi, padahal saya dulu mengetahui lowongan dari website lain. Tapi saya hiraukan saja, palingan websitenya tidak update.

Kedua saya cek di biro yang bekerjasama dengan PT Djarum tersebut. Saya buka websitenya, dan ternyata contact person yang ada di lampiran email dan website beda. Saya hiraukan lagi, barangkali memang ada contact person secara khusus.

Karena sudah tidak sabar, akhirnya saya menelpon contact person yang ada di email.

“Halo, apa betul ini dengan Berkah Abadi Tour & Travel yang kerja sama dengan PT. Djarum?” tanyaku.

“Iya betul, ada yang bisa saya bantu?” jawab laki-laki yang ada di ujung telepon. Masih muda. Usianya kira-kira tidak lebih dari 30 tahun.

“Tadi pagi saya dapat email dari PT Djarum. Untuk proses pemesanan tiketnya seperti apa ya?”

Kemudian mas-mas tadi membeberkan semua informasi teknis pemesanan tiket hingga proses penggantian biaya. Saya dengarkan dengan seksama meskipun suara telepon tersamarkan suara hujan. Biaya transportsi, penginapan dan seragam, totalnya 1.250.000 rupiah. Sampai di titik ini otak saya seperti mengiayakan semua yang diucapkan oleh pihak travel, menghilangkan keraguan-keraguan yang sempat muncul. Cara berbicaranya lancar, seperti customer service pada umumnya. Setelah telepon berakhir, pihak travel memberikan nomer rekening tujuan via SMS agar saya segera transfer dan reservasi perjalanan bisa segera dirampungkan.

Saya duduk-duduk dulu sebelum pergi ke ATM, sembari membayangkan besuk akan seperti apa. Lagian di luar juga sedang hujan deras dan mati lampu. Setelah hujan sedikti reda, saya ambil kartu ATM dan memasukkannya ke dompet. Nah, sampai fase inilah saya mulai berpikir ulang. Coba saya cek lagi deh, cari di google, pikirku. Karena sedang mati lampu, akhirnya saya menuju warnet terdekat. Dan setelah saya search keyword “penipuan PT. Djarum” saya menemukan postingan seseorangan disebuah blog, yang kasusnya mirip yang saya alami sekarang. Modusnya sama, undangan seleksi karyawan PT. Djarum, yang transportasi dan akomodasinya ditanggung oleh pihak perusahaan yang bekerja sama dengan travel. Setelah membaca postingan tersebut saya urungkan niat saya untuk melanjutkan proses reservasi dengan pihak travel. 

Hmm.. untung IPK saya 4,1 jadi tidak gampang dikibulin.

Dari kasus tersebut, ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan:

1. PT. Djarum tidak salah, dan sudah mengingatkan bahwa semua proses rekrutmen diinformasikan lewat website resmi https://www.djarum.com/work/career-opportunities/

2. Perusahaan manapun tidak ada yang menanggung akomodasi dan transportasi pesertanya saat mengadakan proses rekrutmen.

3. Kalau tergesa-gesa jangan lupa bawa dompet.

Sekiranya bermanfaat, silakan di share agar tidak ada korban.




Jumat, 17 Juni 2016

Tragedi Name Tag

Standard

Tempo hari saya berkunjung ke salah satu Bank guna membayar administrasi perkuliahan. Setelah nomor antrean sudah berada di genggaman, saya putuskan untuk duduk di barisan kursi paling belakang. Karena antrean yang masih panjang, alhasil saya pun mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan, sekedar melepas rasa suwung. Pandangan saya tertahan pada mbak-mbak Teller yang sibuk melayani Customer. Parasnya cantik, berhijab, mata belo yang dihiasi dengan kaca mata coklat menambah aura kecantikannya. Bibirnya tidak banyak mengeluarkan senyuman, tapi tak menyurutkan antusiasku untuk tetap mengamati mbak-mbak Teller satu ini.

Saya penasaran, siapa nama mbak-mbak Teller ini. Sepintas muncullah sebuah ide, nanti kalau sudah giliran saya, mau saya lihat namanya dari name tag. Kemudian saya cari namanya di sosmed, barangkali juga aktif disana. Aku manggut-manggut kecil seraya memuji ide brilian ku.

Setelah beberapa saat, tibalah saatnya giliranku untuk maju, seraya berjalan layaknya agen 007 yang hendak mengintai penjahat.

“Ada yang bisa saya bantu mas?” Tanyanya dengan nada ramah khas pegawai Bank.

“Mau membayar SPP mbak” Jawabku sambil menyodorkan Kartu Tanda Mahasiswa dan sejumlah uang.

Sejurus kemudian mbak-mbak Teller ini sibuk dengan seantero kertas dan perkakas yang ada di hadapannya. Tibalah saatku untuk mencari tahu, siapa nama mbak-mbak Teller yang sudah menyita perhatianku ini. Pandangan langsung saya pusatkan pada name tag yang terpasang di dada sebelah kiri. Tak butuh waktu lama untuk tahu identitasnya. Namanya Vita. Tak ada tambahan nama panjang yang tercantum setelahnya. Lha ini nyari di sosmednya bagaimana? Yang punya nama Vita kan banyak, keburu Syaiful Jamil keluar dari penjara dong kalo saya nekat nyari. Gerutu saya dalam hati.

Tak lama kemudian mbak-mbak Teller ini berdiri dan memberikan informasi “#&^$@#!^&*%$#”. Pandangan saya masih tertahan di name tag yang terpasang di dada sebelah kiri. Sampai-sampai saya tidak tahu apa yang disampaikan. Setelah sadar, pandangan saya dongakkan ke wajahnya. Ada sedikit keheningan barang sepersekian detik antara saya dan mbak-mbak Teller. Wajahnya kaku, tak ada sebaris senyum yang biasa di lemparkan seorang Teller kepada Customernya. Wajah saya memerah, jantung saya deg-degan bukan main. “Iya mbak” jawabku meng-iya-kan informasi yang diberikan tadi. Kemudian saya bergegas mengambil secarik kertas bukti pembayaran dan pergi meninggalkan mba-mbak Teller dengan satu pertanyaan besar. Apakah mbak-mbak Teller tadi memperhatikan kalau mata saya tertuju di name tag yang berada di dada sebelah kirinya? Dan kalau tahu, semoga tidak mengira saya penjahat seksual yang hobi memelototi bagian tubuh.

Mungkin orang yang mengusulkan name tag dipasang di dada, tidak mempertimbangkan asas kesopanan. Sehingga orang kepo seperti saya tidak leluasa mencari tahu identitas mbak-mbak Teller.

Jumat, 10 Juni 2016

JOHAN

Standard


Orang-orang biasa memanggilku Johan, seantero kampung sudah tahu namaku. Bahkan mengenalku. Kalau disuruh memilih, aku tidak ingin terlalu banyak orang mengenalku. Mereka mengenaliku bukan karena prestasi dan pencapaian yang aku dapat, melainkan peristiwa memilukan dua belas tahun yang silam. Saat aku duduk di kelas tiga Sekolah Dasar. Kejadiannya begitu cepat, tapi aku masih mampu mengingat detil dari peristiwa itu.

Seperti kebanyakan anak-anak lainnya, aku biasa pulang dengan bersepeda bersama teman-teman sekelasku yang lain karena jarak yang lumayan jauh dari rumah. Kami tertawa haha-hihi, bercanda sederhana a la anak seusia delapan tahun. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul mobil berkecepatan tinggi, aku dan teman-temanku sudah menepi ke kiri, perasaanku tidak enak, mobil berjalan berkelok-kelok tidak beraturan. Hanya berselang sepersekian detik, besi berjalan itu menghantam tubuh bagian kananku. Mataku berkunang-kunang, air mataku tumpah, rasa sakit dan ngilu menjalar ke sekujur tubuh, hanya beberapa suara yang mampu ku tangkap, suara orang-orang dewasa nampaknya, setelah itu pandanganku gelap.

Dengan perlahan ku buka mataku, nampaknya aku baru saja pingsan. Aku tidak bisa merasakan tubuhku, rasanya sangat ringan. Seakan-akan hanya tinggal kepala saja tubuh ini. Tidak ada orang di sekelilingku, sepi. Apakah aku sudah mati? Oh tidak, aku belum siap bertemu Tuhan, aku belum pamit bapak dan ibu. Tiba-tiba pintu terbuka, seseorang berpakaian putih masuk. Aku kaget!

“Nak Johan, tetap berbaring, tidak boleh kemana-mana dulu”

Syukurlah, ku kira ini sudah di kayangan, ternyata aku masih hidup, aku sedang dirumah sakit sepertinya. Kesadaranku sudah kembali, aku sadar seratus persen, aku sudah ingat kenapa aku berada disini.

“Nak Johan jangan terlalu banyak bergerak, kamu baru saja selesai operasi.” Ucap dokter muda itu sambil merapikan selimut yang menutupi kakiku.

“Operasi bagian mana dok?” tanya saya penasaran.

“Kaki nak Johan baru saja di amputasi, tapi nak Johan tidak perlu takut. Nanti kalau bekas operasi sudah kering akan di pasang kaki palsu, mirip kaki asli kok, nak Johan bisa berjalan normal tanpa bantuan alat lain” ucap dokter dengan nada rendah, sambil menunjukkan kakiku yang masih dibalut perban, seperti mumi.

Aku menelan ludah, tidak bisa berkata banyak, pikiranku liar membayangkan masa depanku yang mendadak suram. Seketika awan mendung mengelilingi kepalaku, gelap yang sangat pekat. Sebagai anak-anak, aku pasti punya banyak cita-cita waktu itu. Dokter muda ikut berkaca-kaca, mungkin merasa iba melihat wajah polosku yang baru saja kehilangan masa depan.


***

Waktu terus berlalu. Aku sempat mogok sekolah selama satu tahun karena keadaanku yang seperti ini. Aku malu dengan keadaan fisikku. Orangtua ku sering memanggil psikolog anak untuk memulihkan kepercayaan diriku. Tapi rasa-rasanya tidak banyak membantu. Aku sudah terlanjur putus asa.

Setelah beberapa hari dibujuk, akhirnya aku setuju untuk home schooling. Aku sedikit beruntung memiliki orangtua dengan ekonomi yang kuat. Mereka mampu melakukan segala cara untuk bisa mengembalikkan kepercayaan diri anaknya ini.

“Johan, cita-cita kamu apa?” Tanya pak Setyo, guru home schooling ku. Masih muda, kira-kira usianya sekitar tiga puluhan. Berkulit sawo matang, dengan postur tubuh yang mencerminkan orang Indonesia. Dan yang aku suka, dia murah senyum dan sabar.

“Polisi, guru, dokter, banyak pak” Jawabku polos waktu itu.

“Kenapa Johan pengen jadi polisi, guru, sama dokter?”

“Biar bisa bantu banyak orang”

“Nih, bapak kasih tau ya Johan, sebenarnya mata pencaharian itu ada banyak jenisnya. Mulai dari pegawai kantoran, sampai dunia kreatif bisa jadi mata pencaharian. Kalau yang kantoran seperti yang Johan cita-citakan, sepertu guru, polisi, pegawai bank. Tapi kalau yang dunia kreatif lebih enak lagi, Johan bisa kerja bebas tanpa ada yang memerintah, jam kerjanya Johan sendiri yang ngatur. Contohnya pelukis, penyanyi, penulis buku. Pokoknya banyak banget, dan penghasilannya lebih banyak. Johan mau?”

“Mau pak!” jawabku antusias.

Ah, pandai sekali pak Setyo ini mengembalikkan kepercayaan diriku. Kepercayaan diri yang sudah lama tidak hinggap di benakku. Entah pergi kemana. Yang pasti sekarang aku sudah menemukannya. Aku yakin jika bisa memaksimalkan bakat, aku bisa sukses. setidaknya itu yang bisa aku rangkum dari dua tahun bersama pak Setyo. Dua tahun yang menandakan masa home schooling ku bersama beliau sudah selesai. Aku menyelesaikan ketertinggalan pendidikanku dengan rapi, itu artinya, aku selesai jenjang SD sama dengan teman-teman seumuranku.

Aku tidak ingin menghabiskan masa remajaku dengan home schooling, aku ingin duduk di bangku SMP yang sesungguhnya, duduk bersama mereka yang memiliki anggota tubuh lengkap, mereka yang sempurna. Toh, berpikir tidak menggunakan kaki, tapi menggunakan otak, jadi aku masih bisa bersaing.

Sekuat apapun coping stress yang aku buat, rupanya masih belum bisa menutupi kekecewaan ini, awan gelap masih menggelayuti pikiranku. Masa pubertas yang kata orang-orang sebagai masa mencari jati diri, masa mengenali lawan jenis, tidak bisa aku lewati dengan sempurna. Gerakanku yang mirip Robocop ini membatasiku dalam bergaul dengan mereka yang memiliki anggota tubuh lengkap. Kegiatan apapun bisa mereka jalani. Sedangkan aku?

Aku memilih untuk lebih banyak berinteraksi dengan teman sekolah melalui gadget, memaksimalkan fitur chat yang ada. Aku merasa lebih nyaman disini, di duniaku yang ke dua, dunia tanpa batas, bebas, tanpa risih dengan kakiku yang hilang satu akibat peristiwa pilu. Gadget benar-benar memberiku sedikit ruang kenyamanan, sudah seperti sahabat rasa-rasanya.

Selesai SMP, aku melanjutkan ke jenjang SMK, mengambil jurusan Teknik Komputer dan Informatika atas saran pak Setyo. Ya, sesekali aku masih berkomunikasi dengan beliau, yang sudah ku anggap sebagai orangtua keduaku. Katanya, aku disuruh mengikuti apa yang menjadi minatku. Aku mengangguk setuju waktu itu, karena setauku, beliau tidak pernah memberi jalan buntu.

Beranjak SMK tidak banyak merubah caraku berinteraksi. Gadget masih menjadi sahabat setia. Hampir segala jenis gadget smartphone aku miliki. Aku semakin tenggelam dengan duniaku. Disini temanku banyak, hampir semua forum online aku ikuti. Mereka mengenalku dengan nama Joe. Joe sang ahli peretas, setidaknya mereka menghormatiku di dunia maya. Ah, aku suka sekali dengan julukan itu.

Ilmuku di bidang informatika semakin meningkat. Aku juga mulai menggeluti bahasa pemrograman dengan salah seorang rekanku SMK. Namanya Andri, dia sahabatku, sehobi, namun tidak sependeritaan. Kami merancang sebuah game android, game bertema petualangan bernama Long Live, bisa di bilang hampir mirip Sim City. Ini proyek besarku, besar menurut batas kemampuan kami, karena aku yakin diatas langit masih ada langit. Dua bulan kami pertaruhkan, pelajaran sekolah sering ketinggalan karena fokus kami bercabang.

Finally, kerja keras kami berbuah hasil, dalam 4 bulan rilis, pengunduh sudah hampir satu juta. Itu artinya dollar akan menghampiriku, mengaliri pundi-pundi tabungan, membuatku semakin yakin, keterbatasan bukanlah halangan menuju kesuksesan. Walaupun nasi sudah menjadi bubur, toh bubur masih enak dimakan. Bahkan Tuhan sudah menyiapkan suiran daging ayam, dan renyahnya krupuk. Seorang anak SMK dengan kaki cacat sejak kecil sudah mencicipi itu.



Cerpen ini menjadi salah satu kontributor lomba yang diadakan Cessomedia Publisher dan dibukukan menjadi antologi cerpen dalam event bertajuk "I Love Me"

Senin, 02 Maret 2015

#3 CEO Es Cendol

Standard


Setelah Japra mengundurkan diri dari dunia otomotif, dunia sudah banyak berubah. Indonesia punya presiden baru, batu akik merajalela, dan Alexander Graham Bell bangun dari bobok siangnya. Hampir dua abad Japra keliling kota Solo untuk terus mencari pekerjaan. Kegigihannya yang luar biasa menarik perhatian seorang penjual es cendol untuk merekrut Japra menjadi CEO es cendolnya.

Suatu hari Japra yang kelelahan dan merasakan dahaga yang teramat sangat akibat perjalanan panjangnya menyisir kota Solo, bertemu dengan seorang penjual es cendol. Japra yang menceritakan kisahnya dari awal hingga akhir, membuat sang pedagang terketuk relung hatinya. Bukan karena perjuangan Japra yang gigih, melainkan telinga penjual es cendol mulai mengeluarkan darah segar lantaran Japra bercerita panjang lebar termasuk menceritakan bagaimana cara melangkahkan kakinya dari awal perjalanan hingga akhirnya bertemu penjual es cendol.

Tibalah pada saat bersejarah dimana Japra menjadi CEO es cendol. Pekerjaannya cukup berat, mencuci mangkok setelah digunakan pembeli. Japra yang passion nya di bidang cheff, tiba-tiba harus banting stir menjadi tukang cuci mangkok es cendol.

Tak terasa sudah seminggu Japra bekerja, penjual cendol dibuat kagum dengan hasil kerja karyawannya itu. Dalam seminggu, omset es cendol buatannya bisa mencapai milyaran rupiah. Padahal sebelum ada Japra, penghasilannya hanya ratusan ribu perminggu. Penjual es cendol dibuat terheran-heran dengan hal ini. Sang pemilik pun berinisiatif menanyakan hal ini kepada semua pembeli, mengapa mereka bisa melahap puluhan cendol yang ternyata belum matang ini hingga sepuluh kali dalam sehari? Dari jawaban para konsumen, pemilik cendol terbelalak. Ternyata mereka membeli es cendol dari uang hasil pemberian Japra. Sontak pemilik es cendol ini syok, terkejut, bahkan dia sempat melakukan gerakan balet untuk mengurangi perasaan terkejutnya. Dia juga sempat tak sadarkan diri hingga diberitakan meninggal dunia. Namun berita ini hanya isapan jempol semata.

Setelah sadar, pemilik es cendol ini pun menanyakan kepada Japra, dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu hanya untuk diberikan kepada orang-orang agar mereka membeli es cendol buatannya. Usut punya usut ternyata Japra mendapat uang sebanyak itu dari hasil menjual motor orang lain. Sang penjual es cendol merasa lega sambil mengusap bokongnya setelah mendengar jawaban itu, dalam hati dia berkata “oh, ternyata Japra dulu seorang makelar”. Kemudian penjual es cendol menanyakan lagi, bagaimana dia bisa menjual motor hingga mencapai milyaran rupiah. Lantas Japra dengan gugup menjawab “anu mas, dua dekade belakangan, saat saya pipis dipinggir jalan sambil melakukan gerakan yoga, orang-orang yang melihat saya langsung histeris. Mereka berlari meninggalkan kendaraan mereka sambil teriak ‘jurasik paaaaaark’ kurang lebih kaya gitu kronologinya”. Mendengar itu, pemilik es cendol langsung kejang-kejang dan mengeluarkan busa dari kelopak matanya.

Ternyata Japra sosok yang berkepribadian luhur. Bagaimana tidak, dia mendapatkan uang milyaran rupiah selama dua dekade, dengan uang sebanyak itu dia melamar sebagai karyawan seorang penjual es cendol dan diangkat sebagai CEO. Karena omsetnya hanya sedikit, Japra memberikan uang yang dia miliki kepada orang lain, agar mereka membeli es cendol bosnya, dengan harapan dia mendapat gaji yang besar juga.

Kamis, 26 Februari 2015

TIPS MENGATASI RASA NGANTUK

Standard

Kalian pernah mengalami situasi mencekam seperti ini?



Jika pernah, hidup anda menyenangkan!
Langsung saja, saya akan memberikan sebuah resep turun temurun dari Dinasti Ming untuk mengatasi rasa kantuk. Terutama buat para pekerja kantoran, mahasiswa dan pelajar.

Bahan yang perlu disiapkan:
Satu sendok garam. Sendoknya aja, garamnya nggak usah.
~ Tiga tetes minyak zaitun.
~ Satu siung bawang merah.
~ Cabe merah. Lebih dianjurkan cabe-cabean yang merah merekah karena lebih berkhasiat.
~ Dua telur bebek. Ingat! Telurnya aja, eeknya nggak usah!
~ Tepung maizena 200 gram.
~ Dua sendok susu kental manis.


Cara pembuatan:
Gunakan sendok garam untuk mengaduk tiga tetes minyak zaitun hingga menguap menjadi awan kinton.
~ Potong bawang merah secara halus hingga menyerupai atom.
~ Kocok dua telur dan susu kental manis hingga mengeras.
~ Campurkan potongan bawang merah dengan adonan susu telur, aduk sampai perut anda merasa mual.
~ Setelah itu larutkan dengan 200 gram tepung maizena.
~ Masukkan oven kurang lebih ¼ abad, kemudian tiriskan.
~ Buang adonan tadi ke tempat sampah.
~ Sekarang pergilah ke warung sebelah untuk membeli secangkir kopi hitam, jika sudah hidangkan untuk teman anda.
~ Jika teman anda sudah mulai fresh matanya, suruhlah dia memukul wajah anda dengan sebilah keris hingga berdarah-darah. Niscaya rasa kantuk yang anda rasakan akan hilang.


SELAMAT MENCOBA 

Rabu, 25 Februari 2015

#2 MERANTAU

Standard

Suatu hari si Japra memutuskan untuk hidup merantau ke kota atas saran salah satu dedengkot desa, sebut saja bunga. dengan percaya diri, keesokan harinya dia bergegas untuk merantau ke solo bermodalkan ijazah tamatan PAUD.

Selama ini si Japra jauh dari hingar bingar glamornya kota. Paling jauh daya jelajah Japra hanya sampai di desa sebelah. Itupun diantar emak.

Singkat cerita si Japra sampai di Solo pada pagi hari. Dia terharu melihat hingar-bingar lalu lalang kendaraan bermotor yang memenuhi jalan raya. Matanya pun berkaca-kaca, raut wajah gembira terpancar dari wajahnya yang berbentuk jajar genjang. Dalam hati dia berkata "Soloooo, em komiiiing" kemudian dia menggelar tikar kecil dan mengeluarkan bekal yang dia bawa dari rumah, di trotoar jalan raya. Sambil push up dia menyantap hidangan makan siang. Selesai menyantap makan siang yang ternyata hanya sebungkus ciki, dia melanjutkan perjalanan untuk mencari pekerjaan.

Tiga jam sudah Japra berjalan mengikuti arah mata kaki, namun belum menemukan titik terang dimana dia akan bekerja. Ditengah jalan dia bertemu tukang tambal ban dan bertanya "ada lowongan pekerjaan apa enggak pak di sekitar sini?" kemudian bapak itu menjawab "ada dek disini, kebetulan kompresor saya rusak, jadi butuh orang buat niupin ban". Dengan wajah berseri-seri, dia menyambut niat mulia bapak tersebut.

Setelah 2 hari bekerja sebagai peniup angin ban, khusus ban truk dan bus antar kota, si Japra menuai kecaman, pasalnya angin yang keluar dari mulutnya mengandung senyawa kimia yang berbahaya bagi keselamatan pengendara. Akhirnya Japra dengan keteguhan hati mengundurkan diri dari dunia otomotif. Bersambung....